Kamis, 29 September 2016

Tiga Puluh Lima Menit

10:25

Aku sendiri, berdiam disudut ruang yang gelap. Dengan setumpuk perasaan yang berkeliaran. Perasaan yang melarikan diri disekitar keheningan yang sunyi. Kucoba untuk menyatukannya kembali. Yang berkeliaran untuk berhenti berlari. Tampaknya sulit. Sesulit menyatukan air dan minyak tanpa surfaktan.

10:30

Perasaan, yang tadinya setumpuk, kini telah bertumpuk-tumpuk. Yang tadinya hanya berkeliaran, kini telah pergi jauh hingga tak terlihat. Semakin sulit untuk kusatukan.

10:35

Adalah segenggam kafein yang mungkin paham akan keadaan ku sekarang. Yang mungkin mampu mengurangi sedikit permasalahan. Dan sampai sejauh ini aku masih bingung akan pemahaman untuk mengerti. Sulit sekali rasanya menerka-nerka apa maunya hati.

10:40

Lima belas menit sudah berlalu, aku masih mencoba untuk menyatukan kepingan-kepingan perasaan yang berkeliaran. Selayaknya puzzle, aku harus segera menyatukan mereka. Sebelum semuanya lupa. Aku adalah lupa, selalu lupa jika tidak dilakukan segera.

10:45

Masih dengan ketidakpahaman akan hati, aku mencoba mengais-ngais perasaan. Bukan lagi mencari apa yang diinginkan hati. Tapi lebih dari mencari apa yang dibutuhkan hati. Lelah. Tetapi ada secercah harapan ketika ada kemauan. Entah disebut apakah itu hingga semuanya perlahan berhenti berkeliaran, menetap diam diposisi terakhir. Kucoba untuk membawanya ke satu titik. Sempurna, semua kepingan telah berada ruang yang sama.

10:50

Walau diruang yang sama, tidak berarti mudah untuk segera tau apa maunya hati. Kepingan itu hanya perlu disusun. Satu demi satu kepingan itu kuletakan ditempat semestinya. Sedikit sulit untuk menyatukan mereka tanpa perekat. Ya, aku masih membutuhkan perekat selayaknya surfaktan yang mampu merekatkan air dan minyak, perekat untuk menyatukan kepingan-kepingan itu. Kepingan-kepingan perasaan yangs sedari tadi tak kunjung dimengerti.

10:55

Ah, tampaknya semesta pun tau akan keadaan ini, hingga entah siapa yang tiba-tiba meletakan perekat disudut ruang tempat berkumpulnya perasaan. Perekat telah kudapat. Saatnya menyatukan kepingan-kepingan perasaan itu. Sedikit ragu, akankah ketika disatukan kembali, semuanya  benar-benar menyerupai keadaan awal? Ah, tak ada lagi waktu untuk meragu. Segera satukan adalah pilihan yang terbaik. Sedikit. Perlahan. Tampaknya sudah ada pesan dalam penyatuan kepingan perasaan ini. Hanya tinggal beberapa kepingan lagi. Hati akan tau apa yang diinginkannya selama ini.

11:00

Setelah melewati tiga ratus detik lamanya dalam penyusunan kepingan-kepingan itu, hati telah tau apa perasaan yang berkeliaran selama tiga-puluh-lima menit yang lalu. Perasaan itu adalah rindu. Rindu yang semakin lama semakin membendung. Mencapai batasnya. Rindu yang sulit untuk disampaikan. Bukan hanya sulit, bahkan mungkin, takan pernah tersampaikan. 

Jumat, 12 Agustus 2016

ISTIQOMAH


Assalamu’alaykum, yaa akhi yaa ukhti.
Kali ini saya mau posting #notetoourself. Biar tulisannya bisa jadi pengingat baik untuk yang baca, terlebih untuk yang nulis. Jadi, jangan merasa tersindir yaa. Hanya jadi #remembertoourself aja, kok.

Untuk mempersingkat waktu, langsung ajadeh ya kita bahas postingan ini sesuai judulnya, Istiqomah.

Sebelum membahas lebih jauh, saya mau nanya dulu boleh ya.

Pernah gak  sih ketika kamu sedang berproses menjadi lebih baik, terus ada temen yang ngomentarin proses kamu dengan bilang “semoga istiqomah terus yaa” atau komentar lain yang seirama? Pernah? 

Coba dijawab, kalo sudah pernah, saya rasa kamu tau dong yang dimaksud dengan Istiqomah itu apa. Nah, buat kamu yang belum pernah dikomentarin demikian, coba deh, maju selangkah demi selangkah menuju kebaikan, ntar ada kok yang doain ‘semoga istiqomah yaa’. Dan kamu akan tau apa itu Istiqomah. Yuk hijrah. Hijrah kejalan yang lebih diridhoi Allah. Hamasah!

“eh win, tadi kan ngebahas Istiqomah ya, ini kenapa Hijrah ikut-ikutan dibahas? Emang siapa sih Hijrah itu?

Oh iya, lupa dikenalin. Jadi gini loh, Hijrah sama Istiqomah itu punya hubungan yang erat. Yah bisa dikatakan seperti saudara kandung, harus saling mendukung. Dimana ada Hijrah, disitu pula ada Istiqomah. Keduanya gak boleh ada yang dipisah. Kenapa? Nah ini yang akan kita bahas. 

Minggu, 10 Juli 2016

Berkepala Dua

Alhamdulillah, usia udah masuk kepala dua, itu artinya usia udah gak belasan lagi. Ciee.

Diusia 20 tahun ini, banyak sekali doa-doa terbaik yang winda harapkan. Apa aja?

Winda berharap bisa menjadi seorang yang lebih banyak bersyukur atas nikmat Allah yang tidak ada habis-habisnya, Mempunyai umur panjang yang berkah,  sehat badan, murah rezeki, Menjadi orang yang bermanfaat bagi banyak orang, Menjadi sarjana farmasi di usia 20 tahun ini, Bisa melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi, Bisa membahagiakan kedua orangtua sebahagia-bahagianya orangtua, Bisa menjadi contoh yang baik bagi adik-adik, Mempunyai kepribadian yang lebih baik dari hari-hari kemarin, Dimudahkan dalam menjalani segala bentuk ujian hidup, Disukseskan didunia hingga ke surga, Diberi kekuatan untuk selalu istiqomah dan terus berhijrah di jalan Allah yang amat luas.

Aamiin Allahumma Aamiin.

Terimakasih untuk kalian yang telah bantu meng-aamiin-kan harapan dan doa winda ini ya. Semoga doa ini juga kembali kepada kalian yang baik hatinya.

Barakallah untuk kita semua.

Note: harapan dan doa diatas hanya sebagian kecil dari harapan dan doa winda yang lain. Karena jika dituliskan semua, you know lah betapa panjangnya postingan ini. Hihihihi.

Senin, 04 Juli 2016

Sesederhana Itu


Entah kenapa, akhir-akhir ini saya selalu mencoba memahami tulisan dari quotes yang saya baca. Kalo dulu sih, baca sekedar baca. Sekalipun memahami, hanya sebatas paham, lalu lupa.

Salah satu quote yang saya ingat dan seolah menjadi salah satu reminder hidup adalah:

“ perlakukan orang lain sebagaimana kamu ingin diperlalukan ”


Dari quote tersebut dapat disimpulkan bahwa: posisikan diri kita dengan oranglain. Nah disini, bisa jadi semacam cerminan diri. Kenapa? Karena disaat kita ingin berbuat jahat ke seseorang, bagaimana sikap kita jika kita dijahatin orang. Atau, disaat kita melapangkan kesulitan orang, bagaimana rasanya jika kesulitan kita dilapangkan orang. 

Iya, sesederhana itu. 

Minggu, 03 Juli 2016

Praktik Kerja Lapangan

Waktu, terasa lama jika ditunggu.

Inilah yang saya rasakan pada minggu pertama melaksanakan kewajiban Praktik Kerja Lapangan (PKL) di dua tempat. Tempat pertama: RS BHAYANGKARA, mulai praktik dari jam 08.00 – 14.00. Tempat kedua: APOTEK GRACIA, dari jam 16.00 – 21.00. Rutinitas ini berlangsung selama dua minggu berturut-turut. Dengan waktu dua minggu tersebut, yang pada awalnya ngerasa terbebani, capek, lelah, dan segala bentuk keluhan lainnya, hingga sampai di hari-hari terakhir yang udah terbiasa, jadi ngerasa betah dan ngerasa "kok dua minggunya cepet banget ya.."

Sebagai calon Apoteker yang masih berjuang mendapatkan gelar S.Farm, di tempat PKL ini lah saya baru tau bagaimana menyelaraskan antara teori yang dipelajari dikelas, dengan kenyataan yang ditemukan dilapangan. Yang biasanya dikelas hanya sebatas teori yang ditunjang dengan referensi, setibanya dilapangan, adalah bagaimana sikap yang akan kita lakukan terhadap  teori yang telah ada.

Di lahan PKL, banyak sekali ilmu-ilmu baru yang saya dapatkan. Mulai dari  belajar membaca resep, menyiapkan, memahami indikasi, serta bagaimana cara penggunaan dari obat-obat yang dibutuhkan pasien. Disamping itu, saya belajar pula bagaimana memberi Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien dengan berbagai macam latar belakang. Belajar tentang pemesanan obat, penyimpan obat, serta belajar bagaimana meracik obat dengan tepat waktu. Nah, untuk hal meracik ini, selain harus tepat waktu, yang perlu diperhatikan adalah tepat dosis. Iya, soalnya yang akan kita racik disini adalah obat yang akan dikonsumsi pasien, bukan lagi ngeracik obat hanya untuk dapetin nilai praktikum  MK Farmasetika Dasar. Jangan sampai asal-asalan, ya. Harus hati-hati.

Alhamdulillah, pengalaman baru pun terukir. Terimakasih untuk kakak-kakak yang sudah membimbing saya dari awal. Barakallah untuk ilmunya ya, Kak. Terimakasih pula rekan-rekan sejawat yang menjadi partner dua minggu ini.  Yang awalnya kita gak deket-deket amat dikampus, akhirnya sedikit banyak jadi tau sifat masing-masing. Semoga kita jadi Apoteker-apoteker yang sukses dimasa depan, ya.




Jambi, 20 Juni 2016 - 2 Juli 2016



   -win-          

Rabu, 27 April 2016

Dalam Penantian Kami Berdoa

Ya Allah yang Janji-Mu takan pernah ingkar.

Siapkanlah seseorang yang akan mendampingi sisa hidup kami
Yang akan dengan senang hati membimbing kami kejalan yang Engkau ridhoi
Yang selalu memuliakan kami sebagai pasangan halalnya

Ya Allah Yang Maha tempat kami meminta.

Dia yang kami harapkan adalah dia yang sekarang sedang memperbaiki diri
Dia yang menjaga pandangannya
Dia yang baik agamanya, baik amalan wajib dan sunnahnya
baik bacaan qur'annya, baik rezekinya, baik pula rupa, akhlak dan santunnya

Dia yang mempunyai hati yang menentramkan
Mempunyai tatapan yang meneduhkan
Mempunyai lisan yang menyejukkan
Adalah dia yang apabila kami bersamanya, surgaMu terasa begitu dekat Ya Rabb

Ya Allah yang mengetahui segala isi hati.

Bantulah pula kami untuk memantaskan diri
Memperbaiki selayaknya seperti dia yang kami harapkan
Agar kelak pantas mendampingi dia sehidup hingga sesurga
Bersama, selamanya. 

Jumat, 26 Februari 2016

SEMESTER LIMA


Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Pada kesempatan kali ini saya mau berterimakasih yang amat sangat kepada Allah karena masih memberikan umur, rezeki, serta kesehatan. Terimakasih pula kepada Mama, Papa dan Adik yang tiap hari selalu jadi ‘alarm’ untuk mengingatkan sholat, makan, dan belajar. Terimakasih juga atas uang bulanan yang selalu dilebihkan ya, Ma Pa. Ohya,  nggak ketinggalan, thanks to semester lima yang melelahkan!

Sesuai judul dari tulisan ini, topik yang akan saya bahas kali ini mengenai suka duka nya jadi mahasiswa semester lima khususnya mahasiswa farmasi. Cocok banget nih buat kamu adek-adek semester bawah yang penasaran dengan ‘gimana sih kak jadi mahasiswa semester 5 itu?’  semoga tulisan ini bisa  sedikit memberi informasi. Itupun jika ada.

Mulai  ya.

Sebelum masuk semester lima, saya sudah mendapat kabar burung dari kakak tingkat yang dengan sangat  cepat beredar. Kabarnya itu bukan sekedar kabar burung semata, tapi benar-benar fakta. Iya, jadi gini, pas akhir-akhir semester empat lalu, kita dapat info dari kakak-kakak tingkat kalo semester lima itu semester yang paling sulit, paling capek, paling banyak keluar duit, paling ribet, paling-paling deh pokoknya. Dan ternyata infonya itu akurat, berimbang, dan terpecaya. Yang kita dapatkan pada saat itu emang sih hanya kabar buruknya aja. Tapi setelah dijalani, ternyata ada kabar baiknya juga loh. Mau tau apa aja? Mari lanjut membaca J